Rabu, 27 Juni 2012

Mencintai Allah Ta’ala Adalah Dengan Cara yang Dicintai Oleh-Nya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Di antara hal-hal yang seyogyanya diperhatikan secara seksama adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman dalam kitab-Nya,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31)

Generasi salaf berkata, "Di zaman nabi ada orang mengaku mencintai Allah, maka Allah menurunkan ayat ini."

Dia menjelaskan bahwa kecintaan-Nya diperoleh denan mengikuti Rasul-Nya Shallallahu’ala
ihi wasallam. mengikuti rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam akan menjadi penyebab kecintaan Allah Subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya. Ini adalah cinta, yang dengan cintai itu Allah Subhanahu wata’ala menguji orang-orang yang mengaku mencintai-Nya. Karena dalam perkara ini banyak orang-orang yang hanya mengaku-aku dan terjadi kesimpangsiuran. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Dzin Nuun al Mishri bahwa mereka telah berbicara tentang permasalahan cinta di hadapannya maka beliau menimpali,

اسكتوا عن هذه المسالة لئلا تسمعها النفوس فتدعيها

"Berhentilah kalian berbicara tentang cinta, karena jiwa-jiwa ini tidak mendengarnya lalu ia mengaku-akunya."

Sebagian mereka berkata,

وقال بعضهم من عبد الله بالحب وحده فهو زنديق ومن عبد الله بالخوف وحده فهو حرورى ومن عبده بالرجاء وحده فهو مرجئ ومن عبده بالحب والخوف والرجاء فهو مؤمن موحد

"Barangsiapa beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan perasaan cinta semata maka dia adalah seorang zindiq. Barangsiapa beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan perasaan takut semata maka dia adalah seorang haruri (Khawarij), dan Barangsiapa beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan perasaan harap semata maka dia adalah seoang Murji’ah. Barangsiapa beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan rasa cinta, takut, dan harap, maka dia adalah seorang mukmin yang bertauhid."

Karena dengan perasaan cinta semata (tanpa diiringi rasa takut dan harap) maka akan menyemangati jiwa hingga ia berkepanjangan dalam hawa nafsunya. Ini terjadi jika tidak dibentengi degan perasaan takut kepada Allah Subhanahu wata’ala hingga orang-orang Yahudi dan Nashrani berkata,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". (al Maaidah: 18)

Didapati pula orang yang mengaku-aku, penyelisihan syariat yang tidak didapati pada orang-orang yang takut kepada-Nya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wata’ala telah menggandengkan kecintaan ini dengan perasaan takut kepada-Nya dalam firman-Nya,

هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ. مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ

"Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat," (Qaaf: 32-34)

Konon masyayikh yang mempunyai karya tulis dalam bidang hadits menyebutkannya dalam aqidah-aqidah mereka dalam rangka menghindari orang-orang yang mengaku-aku cinta (kepada Allah) dan menggeluti masalah tersebut tanpa diimbangi dengan perasaan takut. Karena di dalamnya terdapat kerusakan yng seringkali kelompok-kelompok dari kalangan Shufiyah terjerumus di dalamnya.

Kerusakan aqidah dan amalan yang mereka (orang-orang Shufi) lakukan telah membuahkan penentangan sejumlah kelompok terhadap pokok dasar thariqat Shufiyah secara total, sehingga orang-orang yang menyimpang (dalam perkara ini) terbagi menjadi dua kelompok. Yang pertama: kelomok yang mengakui kebenaran dan kebathilannya. Dan yang kedua: kelompok yang mengingkari kebenaran dan kebathilannya, sebagaimana pandangan yang dipegang oleh beberapa kelompok dari ahli kalam dan ahli fiqh.

Pandangan yang benar adalah mengakui hal-hal yang memang sejalan dengan al Quran dan as Sunnah baik hal-hal itu berada pada kelompoknya atau berada pada kelompok lain.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31

Tidak ada komentar: