Copas dari DR Fahmi Alkautsar
Seorang ayah ingin mengajarkan
kepada anaknya sejak dini yang baru duduk dikelas 3 SD untuk mengatur uang jajannya.
Sang anak diberi uang Rp 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah.
Pada minggu pagi mereka berdua
hendak jalan-jalan ke kota untuk
menikmati liburan. Sebelum berangkat, tak lupa sang ayah memberikan uang jajan mingguan anaknya dengan tiga lembar uang Rp 10.000. Dan uang tersebut disimpan rapi dalam saku celananya.
Ditengah keasikan sang ayah dan
anaknya menikmati hari libur mereka, tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek pengemis yangg telah tua renta sambil memelas.
Tak tega melihat sang kakek tua
memelas, sang anak dengan sigap
langsung mengeluarkan 3 lembar uang 10.000,- dari saku celana dan diberikan seluruhnya.
Kontan saja kakek pengemis ini terlihat sangat senang seraya mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang tak terkira kepada sang anak dan ayahnya
ini.
Setelah si kakek tua berlalu, kemudian sang ayah bertanya;
“Sayang, kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu? Bukankah satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga nanti malam?”
“Ayah..kalau kakek tua itu ikhlas
menerima yang sedikit maka aku ikhlas untuk memberikan yang lebih besar!”
Jawab anaknya dengan wajah
tersenyum..
“DEG!!!” Hati sang ayah langsung
tersentak kaget mendengar jawaban tersebut.
“Nah, terus uang jajanmu untuk
seminggu ke depan bagaimana?” Tanya sang ayah mencoba menguji.
“Kan aku masih punya ayah dan Ibu! Tidak seperti kakek tua itu yang mungkin hanya hidup sebatangkara di dunia ini.” Balas anaknya.
“Kenapa kamu begitu yakin kalo ayah dan Ibu akan mengganti uang jajanmu?
Ayah nggak janji loh?” Kembali sang ayah mengujinya.
“Kalo ayah merasa bahwa aku adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada ayah dan Ibu, maka aku sangat yakin ayah dan Ibu tak akan membiarkan aku kelaparan seperti kakek tua itu..” Jawab sang anak mantap.
Seakan sang ayah tak percaya dengan jawaban dari putranya hingga ia kehabisan kata-kata. Ia tak menyangka jawaban seperti itu keluar dari seorang bocah kelas 3 SD.
Ia seperti sedang berhadapan dengan seorang ulama besar dan ia tak bernilai apa-apa ketika berada dihadapannya.
Lalu ia berjongkok dan memegang
kedua pundak anaknya..
“Sayang…ayah dan Ibu janji akan
selalu menjaga dan merawatmu hingga Allah tetapkan batas umur ini. Ayah sangat sayang padamu..” Sambil kedua matanya berkaca-kaca seolah tak kuat menahan haru.
Sambil memegang kedua pipi ayahnya,sang anak membalas,
“Ayah tak perlu berkata seperti itu.
Sejak dulu aku sudah tahu bahwa ayah dan Ibu sangat mencintai dan
menyayangiku. Kelak jika aku sudah dewasa aku akan selalu menjaga ayah dan Ibu, dan aku tidak akan membiarkan ayah dan Ibu hidup dijalan seperti kakek tua itu…”
Dan airmata sang ayahpun tak
terbendung mendengar jawaban tulus dari anaknya. Dipeluklah tubuh mungil itu dengan sangat erat. Dan kedua larut dalam haru dan kasih sayang.
Anak ibarat kertas putih yang kita bisa tulis apa saja.
Mari kita berdo’a agar anak keturunan kita menjadi anak yg Soleh/solehah.
Peduli pada sesama, dan ikhlas berbagi. Dan sesungguhnya itu bisa kita mulai dari diri kita dulu… Pedulilah pada sesama, ikhlaslah berbagi…. InsyaAllah
anak kita pun akan demikian….
InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar